Renungan

Ketika bulan Ramadhan telah tiba, kita saksikan betapa banyaknya orang yang biasanya tidak sholat berjamaah di masjid, mendadak menjadi rajin berjamaah di masjid; yang biasanya jarang membaca Al-Qur’an, mendadak menjadi rajin membaca Al-Qur’an; yang biasanya tidak memakai jilbab, ketika Ramadhan tiba mendadak menjadi mengenakan jilbab.. Namun sangat disayangkan, semangat untuk berbuat kebaikan ini hanya berlangsung selama 1 bulan.. Hanya 1 bulan.. Setelah Ramadhan berlalu, mereka kembali ke keadaan mereka semula..Seakan-akan Tuhan yang mereka sembah pada bulan Ramadhan itu berbeda dengan Tuhan yang mereka sembah pada bulan-bulan lain.. Allahu akbar!Allahul musta’an
*) Salah satu faedah dari kajian 3 Wasiat Nabi oleh Ustadz Ali Ahmad hafidzahullah

JANGAN MENANGISI SUSU YANG TUMPAH

Sebagian orang beranggapan bahwa karakter yang dimilikinya semenjak kecil dan orang lain mengenalnya dengan karakter itu dan persepsi mereka tentang dirinya terbangun berdasarkan karakter itu adalah sesuatu yang melekat pada dirinya dan tidak mungkin bisa diubah. Maka ia pun pasrah dan menerima apa adanya. Sebagaimana kepasrahan mereka menerima tinggi badannya dan warna kulitnya. Karena ia tidak mungkin bisa mengubahnya.
Padahal orang yang cerdas berpandangan bahwa mengubah karakter boleh jadi lebih mudah daripada mengganti pakaian. Sebab, karakter kita tidak sama dengan susu yang tumpah yang tidak mungkin bisa diselamatkan atau dikumpulkan. Karakter kita sesungguhnya ada di tangan kita. Bahkan dengan teknik-teknik tertentu kita bisa mengubah karakter orang lain. Bahkan terkadang kita bisa mengubah akalnya.
Ibnu Hazm menyebutkan didalam kitabnya Thauqul Hamamah, bahwa di Andalusia pernah ada seorang saudagar terkenal yang terlibat persaingan bisnis dengan 4 orang saudagar lainnya. Mereka semua membencinya dan berniat mengganggunya.
Suatu pagi saudagar itu keluar dari rumahnya menuju tokonya. Ia memakai baju dan surban putih. Salah satu dari mereka berpapasan dengannya dan mengucapkan salam kepadanya. Lalu ia memandangi surbannya dan berkata, “Alangkah bagusnya surban kuning ini!”
Saudagar: “Matamu buta!? Surban ini putih.”
Pesaing 1: “Tidak, surban itu kuning. Kuning tapi bagus.”
Saudagar itu meninggalkannya dan berlalu. Setelah berjalan beberapa langkah ia bertemu dengan pesaing 2. Si pesaing 2 mengucapkan salam kepadanya kemudian memandangi surbannya. Lalu berkata: “anda tampan sekali hari ini. Pakaian anda juga bagus sekali. Apalagi surban hijau ini.”
Saudagar: “Hai Bung, surban ini putih.”
Pesaing 2: “Bukan, hijau”
Saudagar: “Putih. Enyah dari hadapanku!”
Saudagar yang malang ini berlalu sambil berbicara didalam hati. Berulang kali ia pandangi ujung surbannya yang menjuntai di pundaknya untuk memastikan bahwa surban itu berwarna putih.
Ia tiba di tokonya dan memutar gembok untuk membukanya. Tiba-tiba pesaing 3 menghampirinya dan berkata: “Hai fulan, anda tampan sekali pagi ini. Apalagi pakaian anda yang bagus itu. Dan anda semakin tampan dengan surban biru ini.”
Saudagar itu memandangi surbannya untuk memastikan warnanya. Lalu ia mengucek-ucek matanya dan berkata: “Saudaraku, surbanku ini putiiihhh!!”
Pesaing 3: “Tidak, biru. Tapi secara umum surban itu bagus. Jangan sedih.”
Lalu ia pun pergi. Sementara si saudagar memekik: “Surban ini putih!”
Ia pandangi surbannya dan ia membolak-balik ujungnya.
Ia duduk sejenak di dalam tokonya. Dan ia nyaris tidak pernah memalingkan matanya dari surbannya.
Mendadak pesaing 4 menemuinya dan berkata: “Hai fulan, maasya Allah, dimana anda membeli surban merah ini?”
Saudagar itu berteriak: “Surbanku biru!”
Pesaing 4: “Tidak, merah.”
Saudagar: “Tidak, hijau. Tidak. Tidak. Tapi putih. Tidak, biru. Hitam.” Lalu tertawa. Kemudian menjerit. Lantas menangis. Dan berdiri sambil melompat.
Ibnu Hazm menyatakan: “Setelah itu saya sempat melihat saudagar tersebut di jalanan Andalusia. Ia menjadi gila dan dilempari kerikil oleh anak-anak.”
Kalau mereka berhasil merubah karakter seseorang-bahkan merubah akalnya- dengan ketrampilan yang primitif, maka apa yang terpikir di benak anda dengan ketrampilan yang dikaji secara mendalam, disinari dengan teks-teks Al-Qur’an dan hadits, dan dijalankan oleh seseorang dalam rangka mengabdi kepada Allah ta’ala?!
Jadi, jalankanlah ketrampilan-ketrampilan bagus yang anda dapatkan agar hidup anda bahagia.
Kalau anda berkata: “Aku tidak bisa!”
Saya berkata: “Cobalah!”
Kalau anda berkata: “Aku tidak tahu!”
Saya berkata: “Belajarlah!”
Karena Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Ilmu itu didapat dengan belajar. Dan kesantunan itu didapat dengan berlatih.”

Selesai ditulis ulang dari buku “Nikmatilah Hidup Anda” karya Dr. Muhammad bin Abdurrahman Al-Arifi
…Jum’at, 25 Januari 2013 pukul 20.56 WIB, ditengah rintik hujan kota Yogyakarta…

Tanya Jawab Mengenai Kamera Foto dan Kamera Video Untuk Dokumentasi (Syaikh ‘Utsaimin rahimahullahu ta’ala)

Pertanyaan:

“Wahai Syaikh, bagaimana hukum mengenai kamera foto dan kamera video untuk dokumentasi? Karena kami (penanya) dimintai oleh divisi pendidikan dan departemen pendidikan”

Jawaban:

“Saya katakan pada penanya semoga Allah menintainya karena dia mencintai saya karena Allah..

Saya berpendapat bahwa video atau fotografi boleh-boleh saja, karena untuk kebutuhan. Dan mengambil gambar dengan video hakekatnya bukanlah menggambar, karena gambar yang ada didalam kaset video tidak berbentuk secara jelas, tetapi hanya berupa pita kaset yang apabila diputar baru berbentuk gambar. Adapun fotografi instan (polaroid), yang tidak membutuhkan waktu yang lama, maka yang demikian itu pada hakikatnya tidak digolongkan kedalam jenis lukisan.

Bukan lukisan, tetapi itu adalah pengambilan gambar yang ada didepannya dengan cara menekan tombol. Apakah kamera tersebut melukis wajah? Jawabannya tidak.. Sama halnya dengan mata, juga tidak melukis wajah.. tetapi hasilnya seperti aslinya yang Allah ciptakan.

Kemudian saya umpamakan kalau saya menulis di kertas lalu difotokopi. Apakah hasil fotokopi ini disebut tulisan mesin fotokopi atau tulisan saya? Misalnya saya menulis “Alhamdulillahirabbil ‘alamiin wa sholatu wa salamu ‘ala nabiyinaa muhammad….” kemudian saya fotokopi, maka keluarlah hasil fotokopi tersebut. Apakah huruf yang keluar dari alat tersebut, merupakan tulisan alat atau tulisan saya? Jawabannya tentu saja tulisan saya, dan hal ini sama saja. Sebab itu sebuah kamera bisa memfoto walaupun tukang fotonya buta. Karena tinggal dihadapkan pada objek, dan jadilah gambar.

Tapi kita kembalikan terlebih dahulu, untuk apa dia memotretnya? Jika tujuannya untuk yang haram, maka hukumnya pun haram. Jika tujuannya untuk yang mubah, maka hukumnya pun mubah, atau dalam perkara yang dibutuhkan maka itu boleh.”

(Sumber: Video Ceramah dan Tanya Jawab Syaikh ‘Utsaimin untuk Peserta Pramuka)

*****

*) selesai ditulis, Kamar No. 4, Wisma RI, Pogung Dalangan

Yogyakarta, 28 September 2012, 23.13 WIB

 

 

 

Awas Aliran Sesat!!

Mungkin banyak diantara kita yang masih kebingungan, bagaimana ya cara mengetahui apakah suatu aliran menyimpang atau tidak? Terlebih lagi belakangan ini, santer di media-media masa pemberitaan tentang paham-paham atau tuduhan-tuduhan terhadap suatu golongan tertentu, misalnya NII, Syiah, LDII, rohis mengajarkan terrorisme, dll. Beberapa dari aliran-aliran yang ada menjadikan mahasiswa dan atau orang-orang kaya sebagai “mangsa”nya. Karena tentu mahasiswa itu sangat potensial, mulai dari kualitasnya/kemampuan yang dimilikinya maupun hartanya. Imbasnya, tidak sedikit dari saudara-saudara kita yang justru takut untuk mencari jalan kebenaran, mereka takut terjerumus pada pemahaman yang menyimpang, sehingga mereka lebih memilih untuk berdiam diri dan tidak mempelajari ilmu syar’i. Ada diantara saudara-saudara kita yang ketika melihat orang yang berjilbab besar, berjenggot, dan bercelana cingkrang mereka justru takut, dan menjaga jarak, karena ketidaktahuan mereka dan upaya mereka untuk menghidari diri dari aliran-aliran menyimpang yang ada. Namun sebenarnya kita tidak perlu se’ekstrim’ itu dalam menyikapi diri terhadap aliran-aliran sesat yang ada, karena hal itu juga bisa menghalangi kita dari menuntut ilmu syar’i. Ada beberapa hal yang bisa kita jadikan sebagai indikator apakah suatu aliran/paham dikatakan menyimpang atau tidak, diantaranya adalah:

  • Acuan yang Digunakan

Pertama-tama kita lihat terlebih dahulu darimana kelompok itu mengambil hukum.. dari al-Qur’an sajakah? dari hadits sajakah? atau dari penafsiran mereka sendiri? Maka yang benar adalah yang mengacu kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah (hadits) dengan mengikuti pemahaman para salafush shalih. Maka tidaklah cukup orang hanya mengacu pada Al-Qur’an saja, maupun pada hadits saja.. Contoh mudahnya, ketika sholat, perintah sholat memang terdapat dalam Al-Qur’an, tetapi kita tidaklah bisa melakukan ataupun membaca bacaan dalam sholat tanpa adanya hadits-hadits yang shohih dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, lalu para salafush shalih, siapakah mereka?? Mereka adalah generasi terbaik dari umat Islam yang oleh karenanya, merupakan kewajiban bagi kita untuk mengikuti pemahaman mereka dalam beragama. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ

Sebaik-baik manusia adalah generasiku (yaitu generasi sahabat), kemudian orang-orang yang mengiringinya (yaitu generasi tabi’in), kemudian orang-orang yang mengiringinya (yaitu generasi tabi’ut tabi’in). [Hadits mutawatir, riwayat Bukhari dan lainnya].

  • Dakwahnya Tidak Secara Sembunyi-Sembunyi (Underground)

Umar bin Abdul Aziz berkata: “Apabila kamu melihat ada sekelompok orang saling berbisik-bisik tentang sesuatu mengenai agamanya, tanpa orang umum, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka sedang membangun kesesatan”.

Mengapa demikian? karena agama kita adalah jelas lagi nyata, tiada yang tersembunyi, tersimpan, dan terrahasiakan. Maka sesungguhnya apa yang dilakukan oleh beberapa orang diantara kita berupa hal demikian , adalah satu pintu kesesatan.

Contoh konkritnya misalnya ketika kita sedang duduk-duduk, tiba-tiba ada orang yang menghampiri kita, mengajak kita berdiskusi, kemudian mengajak kita ke tempat “kajian” yang hanya diikuti oleh orang2 tertentu, dan orang umum tidak boleh mengikutinya. Atau kajian yang hanya dikhususkan untuk orang yang berasal dari golongannya saja, sehingga selain dari golongannya tidak boleh ikut..

  • Siapakah Guru/Ustadznya?

Ketika ada suatu paham yang mengkhususkan gurunya, jika tidak guru itu maka sesat, ilmunya tidak sah, dan ilmu yang didapat tidak boleh diamalkan. Tentu sudah dapat dipastikan bahwa yang semacam ini merupakan paham yang menyimpang. Karena dahulu Rasulullah mengajarkan ilmunya ke semua orang, bukan hanya pada orang-orang tertentu, hal ini karena Islam adalah rahmatan lil ‘alamin,, Sejatinya, ilmu itu bisa diambil dari siapa saja, asalkan hal itu sesuai dengan Al-Qur’an, As-Sunnah, dan pemahaman para salafush shalih..

  • Mengajak pada Hal-Hal yang Tidak Ada Dalilnya

Aliran yang menyimpang, biasanya mengajak “mangsa”nya untuk melakukan sesuatu sebagai prasyarat untuknya masuk ke suatu golongan tertentu yang hal ini tidak ada dalil maupun tuntunannya dari Rasulullah. Misalnya saja baiat atau pelantikan kader yang tidak berdasarkan pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Contoh lainnya adalah, ketika ada anggota baru yang masuk ke suatu golongan, golongan tersebut mewajibkannya untuk bersyahadat ulang di hadapan pemimpin aliran tersebut atau orang-orang tertentu, padahal kalau untuk masuk Islam itu cukup hanya dengan membaca syahadat didepan kaum muslimin secara umum, tanpa harus mengulang lagi syahadatnya di hadapan imamnya/kelompok tertentu.

Semoga apa yang sudah dipaparkan ini dapat menjadi bekal bagi kita untuk bijak dalam memilih tempat pengajian, agar kita tidak terjerumus pada pemahaman-pemahaman yang menyimpang.. Semoga yang sedikit ini bisa menjadi bekal untuk menemukan jalan yang Hak, jalan yang lurus, yang diridhai Allah dan mengantarkan kita ke surga-Nya.

 

[Faedah Kajian Oleh Ustadz Ammi Nur Baits, (Sabtu, 15 September 2012 @Mustek UGM) dengan sedikit perubahan]

Selesai ditulis di Perpustakaan CeRIa, Wisma Raudhatul ‘Ilmi

Sabtu, 15 September 2012 11:22 pm