Kisah Nyata Seorang Anak Laki-Laki yang Mempertahankan Keislamannya (Part 1)

​Kisah ini terjadi tiga hari yang lalu, di kabupaten Aceh yang bersebelahan langsung dengan provinsi Sumatera Utara. Suku Aceh disini bisa dikatakan suku minoritas, karena rata-rata bersuku Alas maupun Batak. Di daerah ini juga merupakan satu-satunya kabupaten dengan jumlah gereja terbanyak (berjumlah ratusan) di Provinsi Aceh yang notabene didalamnya menegakkan syariat Islam. Tak heran jika gerakan kristenisasi disini bisa dikatakan cukup marak.

Sebut saja Huda, seorang anak laki-laki berusia 14 tahun yang dipaksa oleh ibu dan keluarganya untuk masuk Kristen. Ibunya dulu adalah seorang mualaf yang masuk agama Islam ketika menikah dengan ayah Huda. Namun sedihnya, belum lama ini, ibunya telah kembali ke Kristen.
Suami pertama yang juga ayah kandung dari Huda berasal dari Padang dan beragama Islam. Namun kini ia telah meninggal dunia. Adapun ayah tiri Huda telah meninggalkan Huda dan Ibunya.

Atas bujukan dari Nenek Huda yang beragama Kristen, akhirnya ibunda Huda luluh dan memeluk Kristen. Berbeda dengan Huda, meskipun telah dipaksa oleh keluarganya untuk memeluk Kristen, Huda tetap menolak dan mempertahankan keislamannya.
Bahkan demi mempertahankan keislamannya, sudah tiga bulan Huda hidup di jalanan berpindah – pindah dari satu tempat ke tempat lain. Huda yang diusir dari rumahnya rela untuk tinggal di masjid, dengan kondisi tidak memiliki apa-apa, hanya berbekal beberapa pakaian yang dibungkus ke dalam sarung. Tidur hanya beralaskan lantai, jangankan untuk makan, minum pun jarang. Allahu rabbi, teriris rasanya hati ini melihat kondisi Huda.
Alhamdulillah akhirnya Huda dibawa oleh warga sekitar ke rumah seorang muhsinin. Disana ia diberi makan dan minum. Dari penuturan muhsinin tersebut, Huda terlihat seperti terganggu secara psikologis, mungkin lebih karena trauma. Ya, anak mana yang tidak trauma jika harus menjalani pahitnya kehidupan di dunia ini seorang diri.
Alhamdulillah ada beberapa pihak yang tergerak untuk membantu Huda, baik itu yayasan maupun perorangan. Sayangnya karena status Huda yang masih terhitung anak-anak dimata Negara, mereka harus memastikan secara terperinci dulu apakah harus menempuh jalur hukum atau tidak, supaya tidak salah langkah.
Namun, keesokan harinya, Huda sudah tidak ada lagi di tempat biasanya ia berada. Semoga Allah meneguhkan hati Huda dan melindunginya dimanapun ia berada.
Salut. Saya sangat salut dengan keberanian serta keteguhan Huda. Bahkan saya sampai bertanya-tanya, apa yang diajarkan dan ditanamkan kepada Huda hingga dia sedemikian teguhnya memegang iman Islam ini, MasyaAllah.
Sungguh saya benar-benar iri, malu, dan merasa tertampar dengan kondisi saya saat ini. Kita yang sedari lahir telah memeluk agama Islam, serta dimudahkan untuk melaksanakan berbagai ibadah tanpa adanya tekanan dari pihak manapun, Sudahkah kita bersyukur?
Sudahkah kita beribadah dengan niat ikhlas dan sesuai tuntunan sebagai wujud pengabdian dan syukur kita kepada Allah? Sungguh keIslaman kita adalah nikmat terbesar yang harus kita syukuri.
Lihatlah Huda, betapa besarnya pengorbanan yang telah ia lakukan demi mempertahankan Islam dan akidahnya. Sudahkah kita demikian?
Semoga Allah senantiasa menjaga kita, Huda, dan Huda-Huda yang lain di luar sana. Semoga pahitnya kehidupan dunia ini bisa berubah menjadi manis, manis yang akan terus manis hingga di JannahNya kelak. Aamiin.
Bersambung… (Part 2)
Selesai ditulis di Kutacane, 30 September 2016, pukul 11.13 am.

Leave a Reply

Your email address will not be published.